Google

Sunday 10 February 2013

Mengenal TQM melalui Deming's Theory of Profound Knowledge

Total Quality Management merupakan suatu konsep manajemen yang menyatakan bahwa untuk memaksimumkan daya saing organisasi diperlukan adanya perbaikan terus menerus atas suatu produk atau jasa, tenaga kerja, proses kerja, dan lingkungan kerja. Aspek-aspek yang menjadi dasar TQM diantaranya adalah fokus pada pelanggan, manajemen berdasar fakta, perbaikan sistem secara berkesinambungan (siklus plan-do-check –action), komitmen manajemen dalam jangka panjang, pendidikan dan keterlibatan karyawan, dan kerjasama cross functional personil organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari sejarah berkembangnya konsep ini, bisa dikatakan bahwa konsep-konsep diperkenalkan dan dan dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari Amerika seperti W. Edwards Deming, Joseph M. Juran, dan Philip B. Crosby. Namun sejarah juga mencatat bahwa penerapan TQM yang berhasil ditunjukkan oleh industri-industri Jepang. Seperti sebuah laboratorium, jepang menjadi ladang riset dalam implementasi manajemen TQM.

Deming's Theory of Profound Knowledge
Untuk memperjelas konsep Total Quality Management, ada baiknya kita memahami teori yang diperkenalkan W. Edwards Deming yang kini dikenal sebagai Deming's Theory of Profound Knowledge. Mungkin teori ini akan memberikan gambaran tentang pemikiran Deming yang sangat struktural dan tersebar di beberapa konsep metode TQM yang diperkenalkannya.

Ada empat point yang menjadi catatannya dalam teori ini. Pertama yaitu Appreciation for a system, seorang pemimpin harus memahami sistem yang dikelolanya. Tanpa pemahaman ini, sistem tidak akan dapat dikelola atau dikembangkan untuk lebih baik karena sistem tidak dapat memahami atau mengelola dirinya sendiri. Optimasi sistem membutuhkan koordinasi dan kerjasama antar bagian dalam organisasi karena optimasi sistem tidak bisa hanya di bagian tertentu saja.

Misalnya seorang direktur utama sebuah perusahaan manufaktur, ia dituntut untuk memahami sistem dalam lingkup tugas dan kewenangannya. Katakanlah bagaimana ia harus memahami siklus mulai tujuan dan rencana perusahaan untuk terus berkembang serta memberi keuntungan, memuaskan konsumen dan menciptakan konsumen-konsumen baru, memaksimalkan proses produksi yang efisien, hingga mencari supplier-supplier yang menguntungkan. Bagi seorang manager produksi, mungkin sistem yang harus dipahaminya akan lebih sempit sesuai dengan posisinya sebagai manager produksi.

Kedua adalah Knowledge about variation. Konsep ini mengacu pada konsep Shewhart tentang adanya  variasi di sistem kerja. Variasi adalah hal yang wajar dan tak terelakkan di dunia ini, termasuk dalam proses kerja sebuah sistem organisasi. Dalam konsep ini dikenal variasi yang bersifat umum maupun khusus. Variasi umum contohnya adalah kebiasaan para staf administrasi yang mampu menginput data penjualan sebanyak 280-300 data sehari. Di sana ada variasi antara 280 sampai dengan 300, mungkin para staf tersebut menginput data sebanyak 285, 280, 294, 289, 300, dsb. Namun jika dalam kesempatan tertentu ada seorang staf yang ternyata berhasil menginput 310 data penjualan sehari maka ini disebut variasi khusus. Sebaliknya jika ada staf yang suatu hari hanya mampu menginput 250 data penjualan sehari, itu juga disebut variasi khusus. Akar masalah variasi-variasi ini harus dipahami oleh pemimpin untuk dapat dilakukan peningkatan kinerja melalui penemuan cara-cara yang terbaik dalam proses kerja.

Dalam memahami variasi ini, perlu kehati-hatian dalam identifikasi. Variasi umum cenderung sulit berubah, butuh perubahan fundamental karena merupakan kebiasaan umum. Namun dampak yang diperoleh dalam menangani variasi umum akan sangat signifikan. Sebaliknya, variasi khusus yang sangat banyak tidak harus segera diinvestigasi jika hal itu malah membuang banyak waktu dan sumberdaya, kecuali jika variasi tersebut menunjukkan adanya sebuah inovasi, resiko, atau solusi baru yang lebih bagus. So, penting untuk mengenali prioritas akar masalah variasi.

Untuk meningkatkan kualitas proses, pemimpin dapat melakukan setidaknya dua hal yaitu menaikkan rata-rata sebuah variasi dan memperkecil rentang variasi itu sendiri. Jika rata-rata/ garis tengah input penjualan 280-300 adalah 290 maka seharusnya rata-rata tersebut bisa ditingkatkan menjadi 295. Inilah peningkatan upaya kinerja. Atau memperkecil rentang variasi input penjualan tersebut, misalkan dari 280-300 menjadi 285-295. Semakin kecil variasi, konsistensi kualitas output semakin terkontrol.

Ketiga, Theory of Knowledge. Pengetahuan tergantung pada teori. Pengalaman dan praktek hanya membuat suatu proses berulang, bukan sempurna. Oleh karena itu, Deming menganjurkan perlunya sebuah dialektika antara praktek dan teori. Practice makes perfect jika dilakukan evaluasi. Pemimpin harus berani menguji teori, asumsi, dan pemikirannya dengan sebuah praktek baik oleh dirinya sendiri maupun anggota organisasi yang lain. Praktek tersebut akan dipikirkan kembali sebagai sebuah teori atau asumsi yang baru. Dengan pemikiran ini maka kita akan mengenal metode Plan-Do-Check-Action.

Keempat, Knowledge of Psycology. Pemimpin harus memahami perilaku manusia untuk memotivasi, mengkoordinasikan dan mengelola orang untuk mengoptimalkan sistem. Nah, ini menunjukkan bagaimana Deming yang kelihatannya berpemikiran sangat struktural itu melihat manusia. Deming, ahli statistik yang sangat menekankan pentingnya sistem ini, melihat hubungan yang erat antara struktur sistem dan manusianya. Dalam hubungan ini, pemimpin harus memahami mana motivasi intrinsik, yang datang dari dalam individu, dan mana motivasi yang cenderung dipengaruhi oleh bekerjanya sebuah struktur sistem yang terbangun secara kolektif dari banyak unsur di luar individu-individu. Dengan demikian pemimpin bisa memaksimalkan kinerja melalui manajemen yang mempertimbangkan psikis personil organisasinya.  -CMIIW-

Sumber: http://trainnererafone.wordpress.com

No comments: